Langsung ke konten utama

Bandara, sampai jumpa.

Bandara yang dulu enggan kukunjungi karenamu, kini pelan-pelan kuterima dengan lapang bahwa disana semesta sudah menjadikan takdirmu untuk datang lalu pergi lagi. Ingin sekali rasanya aku bertemu denganmu disana meski tidak lagi ada rasa kita yang tersisa. Aku sudah lama mempersiapkan diri, memutuskan memberanikan diri untuk melihat kepergianmu dari Bandara kota ini menuju kota pilihanmu menggapai cita-cita untuk pertama kalinya, apakah aku akan menangis sesenggukan seperti malam itu? entahlah, tapi sepertinya iya, aku masih akan menangisi kepergianmu karena aku masih orang yang sama. Yang berbeda hanya kita yang tidak lagi sama. Aku masih dengan sifatku yang cengeng, mudah rindu dan kamu tahu itu. Aku masih ingat bagaimana caramu menenangkan aku ketika harus melepasmu pergi lagi dan lagi ke kota asing itu, kota yang tidak pernah kamu rencanakan dan ceritakan padaku sebelumnya. aku tidak pernah kesana asal kamu tahu, tapi tanpa sepengetahuanmu telah kutitipkan kamu pada kota yang sepertinya sudah terlanjur menyayangimu itu. Kota yang memelukmu dengan erat sampai membuatmu selalu ingin kembali kesana. Entah sudah berapa tahun, ya, kira-kira? 

Aku senang, kamu tidak pernah lupa jalan pulang, meski bukan lagi aku yang menjadi tujuanmu berpulang, rasanya aku tetap tenang. Kalau kamu masih ingat ketika kukatakan berulang kali betapa aku benci dengan bandara, bahkan beberapa tahun kemarin aku tidak pernah kesana sekalipun harus. Tanpa kamu sadari, itu adalah salah satu caraku untuk bisa melepasmu pergi. Dan kali ini, dengan beraninya aku mengatakan betapa aku mencintai Bandara, kamu tahu kenapa? karena Bandara selalu membawamu pergi tanpa lupa membawamu tuk pulang. Jadi kumohon jangan ragu mengabariku bila sudah waktunya kamu pulang lagi ke kota yang mempertemukan kita. Nanti kita bertemu lagi, dan jika semesta berkenan, akan kukenalkan kamu pada satu-satunya pria yang berhasil menggantikanmu dihidupku. Maaf untuk itu, tapi kita sama-sama berhak menemui bahagia masing-masing. 

Mungkin kamu bosan mendengar satu pesanku yang tidak pernah lupa untuk kusampaikan setiap kali kamu disana dan semesta memberi restu kita untuk berbincang meski tidak lama. Iya, aku akan selalu mengatakan hal ini padamu apapun keadaannya, "jangan lupa pulang, ya."

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang februari tahun kesekian.

Aku pernah menjadi pemujamu sebelum semesta menciptakan pertemuan antara kita dengan sengaja di bulan februari tanggal sekian-sekian. Entah apa alasannya, tapi terima kasih untuk itu, semesta. Karena rupanya perjalanan panjang hingga februari tahun kesekian kita ada tak hanya sekadar bulan-bulan penuh cerita tapi juga penuh cinta. Rasa senang dan tenang yang lahir adalah rasa dimana masanya akan berlangsung begitu lama, lama sekali. Kita sama-sama meyakini itu, bukan?  Bukan perpisahan jalan satu-satunya jika kecewa bertamu dalam rumah yang telah kita huni sejak berapa ratus purnama berlalu, karena nyatanya, kita punya banyak sekali pilihan menuju jalan tengah yang kurasa tidak semua pasangan menyimpannya rapi dalam ruang kamarnya. Terkadang mereka hanya menyimpan suka namun lupa pada duka bahkan luka yang selalu ikut bersamanya kemanapun ia berkelana. Itu artinya, jika tawa hadir tanpa diminta, maka kecewa juga bisa lahir tanpa diharap. Lalu pada akhirnya, tentang februari tahun k...

Bunda pernah bilang padaku

  Bunda pernah bilang padaku, "Nak, dalam hubungan itu tidak ada kalah dan menang, tetapi mengalah lalu tenang. Kita akan selalu diuji dengan apapun yang ada diluar sana, dan yang harus dilakukan oleh sepasang seperti kalian adalah cukup jalani sama-sama, ya". Setiap kali aku merasa kalah lalu ingin menyerah, kalimat Bundaku yang selalu mengingatkan. Terkadang aku ragu, tapi yang kupahami setelah bersama adalah setiap kita memiliki egonya sendiri, dan itu hal yang wajar. Salah satunya menuntut untuk diberi waktu, mungkin? atau bahkan meminta untuk dimengerti karena merasa tidak dimengerti. Selama bersama lalu memperdebatkan hal yang sudah sewajarnya jadi perdebatan, aku belajar banyak perihal bagaimana cara menyayangi, bagaimana caranya berkasih sayang sekalipun masih dalam perdebatan. Aku tahu menurunkan ego tidak pernah mudah, kamu pun tahu itu. Kita bahkan sering sekali bertengkar hebat dengan ego sendiri demi menyelamatkan aku dan kamu dalam kita. Tapi untuk umur yang pan...

Sebab setelah tidak denganmu

Aku mau ke pantai lagi bersamamu, boleh ya? Menikmati suara hantaman ombak yang kemudian memaksa kita untuk selesai disana. Aku mau menikmati langit jingga sekali lagi berdua denganmu, menunggunya hingga tenggelam sama seperti kita. Apa masih boleh? Aku mau menghabiskan hari-hariku kembali bersamamu jika tidak terpaksa, ya. Sebab setelah tidak denganmu, aku menjadi manusia yang kehilangan arah. Semesta tidak lagi bersedia menuntunku pulang. Yang tersisa hanya sebaris pertanyaan "apakah aku sudah kehilangan rumahku atau memang yang sebelumnya kutempati bukan rumah?". Tolong beri aku jawaban bila kamu memilikinya. Saat itu, kita pulang dengan membawa luka di dada masing-masing. Suara sesak terdengar begitu bising padahal sebenarnya bisu. Entah salah siapa kita bisa sampai ke tempat ini, sampai pada perpisahan yang menjadi akhir dari kisah dua manusia saling jatuh cinta di waktu yang tidak pernah mereka pinta sebelumnya. "Apa benar hari itu adalah hari terakhir kita s...